MEMILIKI fungsi otak yang optimal, terutama dalam hal mengingat (memori), merupakan dambaan bagi setiap orang, baik muda maupun tua. Lebih dari 40 tahun yang lalu, para peneliti telah menemukan adanya hubungan antara fungsi otak dan berbagai zat gizi dalam makanan. Hubungan ini telah terjadi sejak janin berada dalam kandungan ibu. Salah satu di antara zat gizi penting tersebut adalah kolin.
Dalam tubuh, kolin penting sebagai komposisi utama membran sel normal serta menjaga keutuhan membran sel dalam proses-proses biologi, seperti aliran/rangsangan informasi, komunikasi intrasel, dan bioenergi. Selain itu, kolin juga dapat membantu fungsi normal otak melalui pembentukan neurotransmiter asetilkolin, yaitu bentuk senyawa kolin yang sangat berperan pada fungsi otak.
Asetilkolin juga merupakan senyawa kimia yang berperan pada proses penyimpanan dan pemanggilan kembali memori, perhatian (atensi), maupun konsentrasi seseorang. Makin banyak asetilkolin yang disintesis, makin banyak pula yang dilepaskan ke dalam saraf sehingga makin baik pula proses memori dan atensi.
Penelitian terhadap kolin pada perkembangan otak banyak dilakukan pada hewan percobaan. Dari penelitian yang dilakukan Albright dan kawan-kawan pada tahun 1999, diketahui ada dua masa penting pada perkembangan otak, yaitu masa embrionik (pada hewan terjadi pada hari ke 12-17) dan masa sesudah lahir (pada hewan hari ke 16-30). Jika pada masa kritis ini diberi tambahan kolin, akan membantu meningkatkan pembentukan neuron-neuron kolin.
Pada manusia masa perkembangan otak juga sudah dimulai sejak janin berada dalam kandungan. Oleh karena itu, asupan kolin yang cukup sudah harus diperhatikan pada ibu hamil maupun ibu menyusui. Hal ini disebabkan pada saat tersebut merupakan masa kritis untuk mendapatkan hasil perkembangan memori otak bayi yang terbaik.
Untuk menjamin ketersediaan kolin yang cukup pada bayi baru lahir, alam telah mengatur dengan beberapa cara antara lain melalui plasenta dan air susu ibu (ASI). Pada masa kehamilan, jumlah cadangan kolin dalam tubuh ibu mengalami penurunan karena disalurkan ke janin melalui plasenta.
Jumlah kolin dalam plasenta mencapai 14 kali lebih tinggi daripada jumlah kolin dalam darah. Adapun tujuan penimbunan kolin dalam plasenta adalah untuk menjamin ketersediaan kolin bagi janin.
Pada masa menyusui, kolin dari ibu juga akan dikeluarkan ke dalam ASI. Jumlah kolin dalam ASI dapat mencapai 100 kali jumlah kolin dalam darah ibu. Oleh karena itu, bayi yang diberi ASI akan mendapatkan jumlah kolin yang mencukupi untuk perkembangan fungsi sel otak sebagai pusat memori. Hal ini sejalan dengan tujuan program pemberian ASI eksklusif yang dicanangkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencerdaskan bangsa sehingga lebih menggugah ibu untuk mau menyusui bayinya.
Asupan kolin yang memadai pada setiap orang berbeda menurut usia. Rata-rata pada lelaki dewasa sebanyak 550 miligram/hari, wanita 425 miligram/hari, sedangkan pada bayi dan anak-anak jumlahnya lebih sedikit lagi. Jika asupan kolin sangat berlebihan ($> 3,5 gram/hari) akan timbul gejala tekanan darah rendah, mual, dan diare. Sebaliknya, pada keadaan kekurangan kolin, akan timbul gangguan pada fungsi hati.
Walaupun kolin dapat disintesis oleh tubuh sendiri, pada keadaan tertentu tubuh dapat juga mengalami kekurangan kolin. Untuk mencegah terjadinya kekurangan kolin pada ibu hamil, ibu menyusui, maupun orang dewasa sehat, perlu diberikan tambahan makanan maupun suplemen yang mengandung tinggi kolin.
Kamis, 16 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar